Wanita, atau secara khusus ibu, adalah
agen perubahan yang saya rasa perlu untuk bersikap idealis dan protektif. Begini,
kita ambil satu contoh aja yang gampang, yaitu saya. Hehe. Sebagai ibu yang baru memiliki satu anak dan alhamdulillah satu suami—yang kadang
nyebelin tapi banyak ngangeninnya—, saya
punya tekad memberi ASI eksklusif untuk anak saya, memberikannya MPasi (Makanan
Pendamping ASI) yang bergizi setelah 6 bulan, serta mendampinginya selalu sampai
ia bisa berbicara dan ditinggal dengan orang selain keluarganya. Sebab asupan
yang bergizi dan peran ibu di usia emas anak sangatlah penting untuk tumbuh
kembangnya. Anak adalah penerus bangsa, jadi saya ingin membekalinya yang
terbaik. Tekad itu telah saya wujudkan. Meski terseok-seok dan sempat jatuh
bangun, tugas pertama saya sebagai seorang ibu bisa dibilang tunai sudah. Tapi enggak sampai di situ lho. Karena ternyata
masih ada banyak sekali tugas. Bukan, bukan tugas yang lain sebagai seorang ibu
apalagi istri, hadeh, ngapain juga
coba bahas tugas istri di sini. Mending di rumah, sama suami, sambil ehem, ngeteh bareng misalnya.
Tugas berikutnya sebagai agen
perubahan adalah mengubah perilaku. Perilaku apa? Perilaku yang bisa berdampak
buruk buat tempat tinggal anak cucu kita kelak. Belakangan saya mulai sedih
karena melihat banyak sekali berita tentang pencemaran lingkungan. Tentang banyak
sampah yang belum bisa dikelola dengan baik sehingga punya dampak buruk bagi
ekosistem. Buibu, inilah momen kita untuk bergerak. Sebab selidik punya selidik
kita punya andil besar dalam timbunan sampah plastik, pembalut sekali pakai,
dan minyak jelantah lho! Enggak percaya? Nih… nih… tak critani…
Waktu itu, suatu hari saya
berbelanja. Seperti biasa belanja bahan untuk dimasak, atau kalau pas lagi
malas masak ya beli lauk matang. Gausa julid
dulu, ibu rumah tangga kan juga
manusia, ada malesnya juga. Saya lihat banyak ibu lain juga melalukan hal yang
sama. Ada yang naik motor sen kanan meski belok kiri. Ada yang dasteran selutut
tapi pakai kerudung. Ada juga yang naik sepeda atau naik mobil. Macam-macam
lah. Tapi yang jadi pemandangan agak suram, mereka semua menenteng banyak
kresek isi belanjaan. Coba bayangkan, satu ibu bawa dua tiga kantong kresek
berisi belanjaan, isinya masih ada sayur atau lauk matang yang diplastikin.
Belum bawang brambang, telor, minyak goreng, terigu, lombok, yang semuanya
diplastikin. Itu baru satu, lha kalau semua ibu bawa kresek isi belanjaan?
Kebayang kan ya berapa banyak sampah plastik yang muncul per hari? Belum sampah
rumah tangga seperti kulit telur, sisa sayur, tulang belulang, atau kulit buah,
dll. Udah gitu, kalau di TPA semua udah jadi satu. Iyuuuh.. Bikin pening kepala aja ngebayanginnya. Lho gimana sih,
kan udah dibilang di awal kalau saya idealis. Jadi menurut saya, ada yang harus
diubah dari kebiasaan kita-kita ini.
Menurut World Economic Forum (WEF),
hanya 5% sampah plastik yang bisa dengan efektif didaur ulang, 40%-nya berakhir
di Tempat Pembuangan Akhir (TPA), dan sisanya berakhir di ekosistem seperti lautan.
Ini baru sampah plastik lho, Jeung. Kalau
kalian ketik “How long it takes for some
everyday items to decompose” di mesin pencari, kalian akan menemukan daftar
sampah dan berapa lama sampah itu bisa membusuk. Di tabel yang saya sertakan di
bawah ini, kalian bisa lihat, butuh 500-800 tahun untuk sebuah pembalut dan
popok bayi sekali pakai bisa membusuk atau terurai. Di bawahnya, lebih parah
lagi, ada sampah tas plastik atau kresek yang butuh 500-1000 tahun untuk
terurai. Konon, jika saya, Buibu, dan semua orang tidak mengubah perilaku soal
sampah ini, di tahun 2050 akan lebih banyak sampah daripada ikan di lautan. Aduh, sik
sik tak nyekeli sirah. Mumet aku.
Belum sampai di situ lho, Buibu.
Masih ingat minyak jelantah di rumah? Yang abis buat goreng ayam, ikan, atau
tempe? Meski ada yang masih pake minyak jelantah untuk menggoreng lagi, hmm… sebenarnya
enggak sehat ya, tapi banyak juga yang buang minyak jelantah ke tempat cuci
piring dan selokan, iya kan? Saya ya tahu, wong
saya dulu juga gitu. Hahaha! Akibatnya,
tercemar deh sungai dan kemudian laut, lalu kena deh ikan-ikan yang selama ini
jadi salah satu sumber protein Ibu, anak ibu, serta suami Ibu. Lagi-lagi ikan
tak berdosa yang kena dampaknya. Hiks. Sedih aku tu kalau gini.
Tapi tenang Jeung sekalian. Jangan panik dulu. Kalian enggak sepenuhnya salah
kok. Mungkin memang kurang informasi aja ya. Makanya sebagai sesama ibu, saya
bagi informasi ini. Jadi kalau kalian para ibu atau wanita tanya, “Terus kita
mesti belanja pake apa dong kalau enggak pakai kresek? Terus kalau mens ditadahi apa? Minyak jelantah dibuang ke
mana?” Sekali lagi, tenang, semua ada jawabnya.
Jawaban pertanyaan pertama, Buibu
atau Bapak, Adik, Mas, Mbak sekalian, bisa mengganti tas kresek dengan tas
belanja kain atau tas belanja bahan apa saja senyamannya yang kalian punya. Bagusnya
sih yang praktis ya, agar kalian bisa bisa bawa ke mana pun kalian pergi. Jadi
semisal ketemu Kang somay di jalan dan mendadak pengen jajan, kan berhasil
enggak pakai kresek. Meski masih diplastikin somaynya ya enggak papa.
Pelan-pelan dulu. Kalau emang sudah bulat tekad sama sekali enggak mau pake plastik
bisa ditahan dulu keinginan beli somaynya. Atau pulang dulu, ambil kotak bekel,
terus balik lagi ke Kang somay, dan yaudah lah ya udah gede ini masak harus
dijelasin sih.
Untuk jawaban pertanyaan kedua. Saat
ini yang saya tahu ada dua produk ciamik yang bisa jadi penyelamat kalian hai
para wanita. Yaitu menstrual pad dan menstrual cup. Keduanya ini punya
keunggulan dan kelemahan masing-masing. Kalian bisa cari tahu sendiri info
seputar dua produk itu dan belinya di mana. Punya smartphone kan, Bu? Kalau enggak punya, minta beliin bapak.
Untuk pertanyaan terakhir ini
jujur saya juga baru mulai. Ada dua cara yang saya tahu untuk mengolah minyak
jelantah yaitu dibuat menjadi sabun atau menjadi bahan bakar (biodiesel/bio solar).
Itu juga tentu tidak semua orang bisa dan sempat dan melakukannya. Jadi kalau
kalian punya minyak jelantah dan bingung mau dibuang atau mau diapakan, bisa
cari infonya di akun Instagram @jelantah4change.
Perjuangan kita khususnya sebagai
ibu dan wanita dewasa ini memang berat, Jeung.
Tapi kalau kita punya semangat, tekad yang kuat untuk memperbaiki lingkungan,
membantu menyediakan tempat terbaik untuk anak cucu kita kelak, saya yakin kita
pasti bisa. Oiya, untuk info lebih lanjut soal gerakan ramah lingkungan dan
#zerowaste bisa kunjungi www.sustaination.id atau akun Instagram @sustaination.
Yo yo ayo, buibu bersatu tak bisa dikalahkan!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar