Punya sedotan stainless yang lagi
hits itu? Atau, sudah bawa tas
belanja sendiri ke mana-mana? Jika kamu menjawab ‘sudah’ untuk kedua pertanyaan
barusan, SELAMAT! Kamu resmi tergabung dalam geng ZERO WASTE milenial yang entah siapa yang membentuk dan sejak kapan
dibentuk. Pokoknya SELAMAT. Sebab kamu—dan saya juga—sudah turut berperan serta
dalam menyelamatkan planet ini secara umum, dan bisa jadi perekonomian Indonesia
secara khusus. Asik.
Tapi tunggu, apa itu zero waste?
Secara harfiah, zero waste bisa diartikan tanpa limbah
atau tanpa sampah. Tapi tentu realitasnya tidak benar-benar zero. Sebab hidup tanpa nyampah sama artinya seperti sop ayam
tanpa ayam. Bukan sop ayam tapi sop aja. Errrr...
Sebaik-baiknya kita hidup, sebijak-bijaknya kita berusaha untuk menolak nyampah, akan selalu ada sampah yang
terlahir dari siklus kehidupan kita ini. Jadi
enggak mungkin nol sampah. Zero waste
sebenarnya adalah sebuah konsep yang kemudian menjadi sebuah gerakan untuk mengurangi
dan mengelola sampah. Mereka yang menyebut diri sebagai pejuang zero waste selalu mengedepankan konsep reduce, reuse, dan recycle. Mengurangi membeli dan mengkonsumsi produk kemasan yang
sulit didaur ulang, menggunakan atau memanfaatkan kembali produk atau kemasan bekas,
dan mendaur ulang sampah menjadi produk baru yang bernilai ekonomi.
Ada beberapa konsep paling umum tentang
pengelolaan sampah yang sudah dilakukan di beberapa negara dan daerah yang wajib
kita tahu, geng.
Yang pertama adalah hierarki
sampah. Hierarki sampah ini seperti konsep zero waste yaitu mengelola sampah dengan cara mengurangi,
menggunakan kembali, dan mendaur ulang. Tujuan hierarki ini adalah mengambil
keuntungan secara maksimal produk-produk praktis dan meminimalisasi limbah.
Menurut saya pribadi sih, konsep
ini paling efektif dalam menangani persoalan sampah yang seakan tiada akhir
ini. Coba bayangkan kalau tiap orang punya kesadaran untuk mengurangi sampahnya
dengan bawa tas belanja sendiri ke mana-mana. Jajan bawa tempat makan sendiri. Beli
sayur mayur dan bahan makanan lokal. Kalau yang cewek ya pakai menstrual pad atau menstrual cup ketika datang bulan alih-alih menggunakan pembalut
sekali pakai. Mulai memilah-milah sampah. Bagus lagi bisa memanfaatkan sampah
di rumah menjadi something. Satu
dikali sepuluh ribu orang aja dulu, pasti efeknya lumayan tuh buat lingkungan. Ingat
geng, anak cucu kita kelak punya hak yang sama seperti kita untuk bebas
berenang-renang gemes sama lumba-lumba di lautan, lihat terumbu karang yang
cantik dan lihat nemo atau dori yang unyu-unyu. Masa iya, cuman dikasi lihat di film
aja, kan sedih. Hiks.
Nah, konsep yang kedua
ini merupakan tanggung jawab si produsen yang menghasilkan sampah. Konsep ini
disebut sebagai perpanjangan tanggung
jawab penghasil sampah (Extended Producer
Responsibility). Jadi konsep ini adalah suatu strategi yang dirancang
agar produsen memiliki tanggung jawab terhadap seluruh siklus produk dan kemasan
yang dibawa ke pasar, sebab harga produk yang sudah ditetapkan di pasar—yang
kemudian kita bayarkan untuk membeli sebuah produk—sudah mencakup seluruh
siklus hidup produk tersebut. Artinya, perusahaan juga bertanggung jawab
terhadap produk di akhir masa penggunaannya alias mereka sebenarnya punya
tanggung jawab terhadap sampah hasil produk mereka. Nahlo, baru tahu ya?
Ketiga, konsep pengotor yang
membayar. Maksud dari konsep ini adalah pencemar membayar dampak dari
aktivitasnya yang mencemari lingkungan. Konsep ini merujuk kepada para
penghasil sampah untuk membayar sesuai dengan jenis dan volume sampah yang
dibuang.
Tiga konsep pengelolaan sampah di
atas ini ternyata kalau dilakukan enggak cuma punya efek besar untuk
menyelamatkan lingkungan lho geng, tapi juga perekonomian kita. Lha kok enggak
percaya. Coba semisal kita mulai mengurangi konsumsi produk dari perusahaan
besar A, B, dan C yang dari luar sono noh
dan beralih menggunakan produk lokal, pakai sabun mandi produksi ibu-ibu
PKK kampung Z misalnya. Atau mulai memilah sampah, terus mengumpulkannya dan
dikirim ke bank sampah terdekat untuk didaur ulang menjadi produk baru apa
enggak tav sovl? Yang jelas, gerakan
atau perilaku mengelola sampah sekecil apa pun yang sudah kalian dan saya
lakukan pasti akan punya dampak positif untuk kita semua. Mbok percaya to.. Anggap
saja ini gotong royong untuk menyediakan tempat terbaik untuk anak cucu kita
kelak. Ciee..
Tidak ada komentar:
Posting Komentar