Senin, 25 Mei 2009

Tentang BNI Jazz UGM [23 mei 2009]

Kemarin sabtu, dengan tanggal yang telah dicantumkan di atas, aku menonton konser Jazz yang diadakan anak ekonomi UGM di Graha Sabha Pramana. Sudah cukup lama aku ingin menonton konser itu.

Flashback dulu. Jadi waktu itu, sebelum konser dilangsungkan tentunya, aku melihat baliho BNI jazz UGM ini terpampang di gerbang utama UGM. Daerah bundaran UGM itu lho. Dalam hati aku bilang, kali ini gak boleh kelewatan lagi, seperti konser-konser jazz yang sebelumnya. Aku harus nonton. Hahaha, makas banget memang, tapi tak pa, itulah aku.

Dan singkat cerita, aku mengajak temen-temen dekatku untuk nonton bareng juga. Tapi yang bersedia cuman Andi dan Sita. Itupun akhirnya Andi gak jadi nonton gara-gara acara Panta Rhei pendakian ke gunung Sumbing. Pacarku [mantan sekarang, ehehe] sempat akan ikut menemaniku menonton konser itu. Tapi aku lupa persisnya, entah karena tiket habis atau karena akhirnya kami udah gak lagi [putus], kami gak jadi nonton bareng. Ups! Maaf bos besar. Tapi yang jelas, dia gak jadi ke jogja untuk nonton konser itu bersamaku.

Dan akhirnya, memang kehendak Tuhan kayaknya, lagi-lagi kami [aku dan sita] ngedate berdua malam minggu itu.ahaha

Eh, tapi tunggu dulu. Tak segampang itu aku bisa menonton BNI jazz lho. Beribu rintangan kuhadapi. Hash.. salah satunya adalah tragedy tangga kosan yang masi kebayang konyolnya sampai sekarang. Jadi begini ceritanya. Paginya kan aku pergi dengan someone [pakai special gak yaaa?? Ahaha], kemana? Siapa? Rahasia dong! Mau tahu aja. Ahaha. Yang jelas ke tempat yang menyenangkan dan indah. Lah! Hubungannya sama tragedy tangga kosan apa coba? Bentar dong sabar . . jadi sepulang dari bepergian itu aku segera menuju kamar kosanku yang letaknya di lantai 2. Kebetulan kosanku memang belum dibikin escalator apalagi lift [hash], yang ada baru aja tangga biasa. Aku menuju ke atas dengan menaiki setiap anak tangganya, tanpa tergesa lho, nyantai banget. Entahlah, padahal kamar mamah eka juga gak rame-rame banget, tapi waktu aku dengar suara mamah eka, aku langsung reflek liat ke atas, ke arah kamarnya, dan di situlah permulaan tragedy tangga kosan itu. Pijakanku ke anak tangga berikutnya meleset, tiba-tiba aku sudah jatuh begitu saja [mrucut] sampai 3 anak tangga dan terjerembab. Padahal yang kutakutkan pada awalnya aku akan berguling-guling dan kepalaku terbentur [kayak di film2], tapi untung itu tidak terjadi. Yang jelas kakiku sakiiiiiiiiiiitnya minta ampun. Singkatnya, kaki kiriku berdarah, darahnya menembus celana jinsku, kuku jempol jari kananku patah sedikit, dan haduuuh sakitlah pokoknya. Mamah eka langsung dengan sigap mengobati lukaku. Aku cuman bisa meringis-meringis kesakitan, sambil sesekali menggeliat, kadang menjerit dan merintih, halah! Pokokmen ironis. Ehehe. Berkali-kali mamah eka ngomel karena aku cengeng. “ Anak mapala kok cengeng..”, katanya. Lho! Apa hubungannya jal? Lalu, kakiku bengkak, darahnya keluar terus, dikompres, dikasi obat merah, dibersihin, dikompres lagi, dikasi obat merah lagi, tapi darahnya masi keluar-keluar terus.

“ kayaknya kamu bakal mati karena pendarahan, nak..” mamah eka bilang ke aku kayak gitu dengan sangat datar. weiittss, dalem banget omongannya mamah eka ini. Orang lagi menderita juga. Tapi tak kuacuhkan.[wahaha bahasaku]

Siapa yang anak ipa? Jadi menurut pelajaran biologi, bengkak, memar itu terjadi karena ada pembuluh darah dalam yang pecah. Itulah yang kualami. FYI, mamah eka adalah seorang mahasiswi AKPER, jadi dia tahu apa yang harus dia lakukan. Dia menekan-nekan lukaku yang bengkak agar darahnya keluar, terus dan terus sampai darahnya berhenti keluar. Di sanalah penyiksaan dimulai, wahh kebayang gimana rasanya?? Sumber kesakitan ditekan-tekan secara tanpa ampun dan membabi buta. Ahh entahlah aku kayak gimana waktu itu. Kayaknya udah meronta-ronta gak karuan [lebai]. Tapi berkat mamah ekaku tercinta, darah berhenti keluar, dan bengkaknya mulai mengempis. Wehehe, luph you mah

Pukul setengah tujuhan sita udah datang ke kosan, dia rada kaget liat kakiku yang rada njijik’i. ehehe. Jam setengah delapan kami baru berangkat, mampir ke warung dulu beli hansaplast buat nutup lukaku yang darahnya keluar terus lagi, padahal acara dimulai jam setengah delapan, dan itupun kami gak langsung ke GSP, kami cari makan dulu. Aku yang maksa soalnya,lemes, kelaparan berat, seharian baru makan bubur ayam dan jus stroberi [ehehe]. Kami berdua memutuskan untuk makan sop dan sate kambing. Nyem nyem, lumayan juga siihh, secara lagi laper juga. hehe

Dan terlambatlah kami datang ke konser jazz itu. Andien udah nyanyi lagu terakhir. Dia cantik banget malam itu, pakai dress warna kuning cerah yang seksi, memperlihatkan kakinya yang indah dan bahunya yang ramping. Hhmm, aku yang cewek aja seneng banget ngeliatnya, apalagi cowok. Ahaha. Asik juga gayanya, dia turun dari panggung dan mengajak penonton untuk nyanyi bareng, diiringi oleh Ireng Maulana and friends. Malam itu memang malamnya Ireng Maulana and friends, gimana enggak? Banyak banget lagu yang mereka mainkan dan beberepa di antaranya featuring dengan beberapa musisi dan penyanyi, a.l.: Andien, Marcel, dan salah satu legenda jazz Indonesia Kiboud maulana [seorang gitaris]. Yang tak kalah menarik, adalah penampilan Didiek SSS, salah satu bagian Ireng Maulana and Friends, dengan saxophonenya, dia muncul dari belakang, barisan tempat duduk penonton, membawakan beberapa lagu ngehits yang dimedley. Penonton riuh dengan teriakan dan applausnya, setiap lagunya berganti, dengan suara saxophonenya yang indah, empuk, kadang melengking dengan vibranya yang soft seperti marshmellow. Dengan gayanya yang asik, jins belel, kaos oblong dan rompi bahan jatuh, Didiek SSS [tengah baya] berjalan ke depan, kadang dengan goyangan badannya mengikuti beat musik, sambil melantunkan sekumpulan lagu hits itu. Kereeen pokoknya.

Berikutnya marcel muncul, ahh.. sangat disayangkan, kostumnya gak oke malam itu. Dia pakai jas dan celana bahan, lengkap dengan dasinya. Entahlah, terkesan murah dan kedodoran, sangat tidak elegan dan menarik. Tapi terlepas dari itu, performnya lumayan, untuknya yang berkali-kali bilang grogi karna disandingkan dengan legenda jazz Indonesia, Ireng Maulana and Friends. Yang asik juga, yaitu waktu marcel mengajak penonton untuk berdiri dan ikut bergoyang dalam lagunya yang berjudul Candu Asmara. Sayangnya . . ya beginilah penonton di sini, gak semuanya ekspresif, masih saja ada yang duduk dan diam saja. Sempet sebel juga sama bagian sound. Masa setelah satu jamman konser jalan, sound yang di sayap kiri atas baru nyala? haangsh! Dan sama mas-mas sebelahku yang sok gaya banget, cerewet pula, ngata-ngatain artis yang tampil yang gak sesuai sama kesukaannya. Dasar!

Selanjutnya penampilan Maylafayza, pemain biola yang ternyata juga penyanyi yang jadi model utama baliho dan tiket BNI jazz ini. Maylafayza ini juga merupakan murid dari Idris Sardi. Oke, lagu-lagu yang dibawakan memang susah dinikmati, klasik kontemporer atau apalah alirannya. Sebenarnya bagus, tapi penonton masih terlalu asing. Aku suka gesturenya saat main biola, berdiri di depan stand mic [karena dia juga sambil bernyanyi] hanya gerakan-gerkan kecil sesuai irama namun seksi dan menarik. Sayangnya gaunnya malam itu, gak oke juga. Long dress berwarna putih [terang], merah, hitam, yang jelas warna kontrasnya itu bukan perpaduan yang bagus, kelihatan gak cantik. Dan performnya terlalu kaku, kayak orang bete dan jutek yang pelit senyum, entahlah, grogi kayaknya. Tegang banget yang jelas. Atau mungkin memang itulah cirri khas Maylafayza [mahal senyum]. Hhe. Disamping kekurangannya tadi, maylafayza menampilkan kelebihan yang jarang dimiliki pemain biola pada umumnya. Ia pandai bernyanyi, suaranya bagus, tapi belum termasuk golongan indah menurutku. Dia banyak membawakan lagu-lagu ciptannya sendiri. Suaranya powerful, sesekali diselingi melodi biolanya, asik juga. Walaupun masuk golongan suara bagus, tapi aku tidak terlalu suka suaranya. Terlalu klasik, seriosa, recital, dan vibranya sengau. Maklum, aku suka suara yang empuk dan ngepop. ehehe, subjektif banget yah?

Ahh, aku belum bisa menemukan feelnya konser ini. cuman sempat merasa asik waktu Didiek SSS [pemain saxophonenya ireng maulana and friend] main. Entahlah, mungkin bagiku music jazz tidak pernah bisa membawa suasana sampai klimaks atau tak bisa benar-benar mengaduk emosi pendengarnya. Atau mungkin aku tak bisa mengapresiasi music jazz?. Atau mungkin juga, karena kakiku yang sedari berangkat sudah sakit dan nyut-nyutan. Tapi, semua alasan itu benar memang sesuai sepertinya.

Dan penampilan puncaknya... Balawan dengan band etnik Balinya. aku lupa nama bandnya. Dengan teknik typing khasnya pada satu gitar neck double [apa sih istilahnya] dengan satu gitar lagi yang udah stand dan stay di depannya. Tentu saja dengan permainannya yang tanpa cacat, walau kadang terganggu dengan suara sound yang mendengung, hhh lagi-lagi
. yang bikin aku kaget dan tercengang-cengang, ternyata si Balawan itu memiliki suara yang teramat indah. gilaaa, indah banget pokoknya. jernih, empuk, ngepop banget, vibranya tipis dan soft banget. asssikkkk banget suaranya. masuk golongan tenor kayaknya dia. berkali-kali juga dia adu skill bersama personilnya yang memainkan alat musik etniknya bali, semacam gamelan gitu. tapi yang aku sebel, waktu Balawan berduet dengan seorang penyanyi wanita, entahlah dari Bali juga atau tidak, namanya Ayu. Si Balawan curang. Suara Ayu tidak terdengar jelas karena aransemen musiknya yang ramai dan full banget, terutama ditimpa dengan full melodinya balawan. kelihatan banget khan kalau balawan itu narsis dan gak mau kalah?? ahahaha. giliran dia yang nyanyi aja, musiknya tipis dan gak main melodi. hangggshh. dasar musisi cerdas. ga ahahahah

yahhh overall, konser jazz kemarin itu baru dapet bintang tiga dariku. hhheeee, sok kritikus. oke! Buat penyelenggara konser Jazz yang akan datang, semoga bisa lebih baik lagi... Smangaaaattt

2 komentar:

andie mengatakan...

hadoh pi, banyak banget tulisannya...gak kuat bacanya...

rini ganefa mengatakan...

BNI jazz ugm tulisanmu asig banget nok, semacam ulasan ato resensi musik. ma menikmati. lucu, gokil, jujur, brani and yovie buanget, smangat nulis!