Aku masih ingat benar ketika
masa-masa awal kuliah aku sering homesick, selalu rindu rumah dan mamah gajah.
Sering mewek dan melankolis kalau ingat rumah. Jogja masih sangat asing. Teman
masih satu, atau mungkin dua. Belum ada yang bikin betah di Jogja. Aku bahkan
punya blog pribadi dan seorang gebetan yang bisa aku temui di dunia maya
sebagai pelarian. Ketika teman-teman yang lain akan nongkrong berkelompok,
entah makan atau ngobrol bersama ketika istirahat usai kuliah, aku justru
menyendiri di ruang multimedia. Berselancar di dunia internet. Menghabiskan
waktu di sana. Biasanya nulis blog, nulis email bertukar kabar dengan gebetan,
dan main sosial media. Begitu setiap hari. Lha gimana mau dapet teman?
Beberapa tahun kemudian, banyak
perubahan mulai muncul. Aku mulai punya beberapa teman segeng. Aku mungkin
masih rutin berkunjung ke ruang multimedia, tapi tidak lama, tidak menghabiskan
waktu istirahat di situ. Seperlunya saja. Aku juga mulai ikut kegiatan kampus:
band-band-an dan pecinta alam. Penyakit homesick masih muncul tapi tidak
sesering dulu. Mamah Gajah mulai kehilangan aku.
Aku mulai jatuh cinta, pacaran
dengan si ini dan si anu, dan aktif di kampus. Menjelajah tempat-tempat keren
dalam acara pecinta alam. Melakukan banyak hal yang seru, tak terlupakan,
berbahaya, dan luar biasa yang tidak akan pernah aku lupakan seumur hidup.
Sekarang aku bahkan rindu sekali melakukan hal memacu adrenalin atau sekadar
tracking di alam terbuka. Sungguh, rindunya membayang-bayang.
Aku juga aktif band-band-an. Aku
belajar nyanyi, belajar main beberapa instrument: drum, gitar, dan mencoba
berbagai lagu. Manggung di kampus sendiri, di kampus orang, dan di panggung
lumayan besar di mana anak-anak kampus lain nonton juga. Selalu nervous dan
sakit perut ketika mau manggung, tapi aku menikmatinya.
Aku mulai jarang pulang, mamah
gajah semakin jauh. Kami mulai jarang komunikasi, jarang ketemu, sering
berantem. Mamah gajah mulai sering sekali bilang “Kamu berubah”. Yang tentu
saja menurutku, kalimat itu punya arti yang tak enak. Aku mulai malas membalas
smsnya. Hubungan kami jadi berjarak.
Tentu saja posisi mamah gajah
sudah tidak lagi seperti dulu. Mamah gajah bukan lagi pelarian pertamaku, atau
orang pertama yang aku tuju ketika sedang senang atau sedih. Aku merasa sudah
cukup dewasa untuk bisa lepas dari bayang-bayang seorang ibu. Aku merasa sudah
saatnya dilepas untuk segala pilihan yang kuambil. Terutama ketika aku sudah
lulus, mulai bekerja, dan menjalin hubungan serius dengan seseorang.
Hampir semua kucurahkan untuk
kehidupan di Jogja. Untuk pekerjaan, untuk teman, untuk kekasih yang sangat aku
sayangi. Aku sangat keras kepala untuk banyak hal, termasuk soal asmara. Mamah
Gajah kehilangan aku.
Sampai suatu hari aku mengambil
keputusan besar. Beberapa kali kami adu argumen karenanya. Sebagai seorang ibu
yang telah membesarkanku, tentu mamah gajah merasa sangat berat untuk merestui
dan menghargai keputusan yang aku ambil. Waktu berlalu, aku menunggu, mamah
gajah menunggu. Kami melunak. Hubungan kami mulai membaik. Mamah gajah merestui
dan menerima keputusan yang aku ambil. Dia bahkan mendukungku penuh, bertanya
apa rencanaku ke depan, dan mendengarkan dengan tekun mimpi-mimpi yang sudah aku
bangun, dan perasaan-perasaanku.
Aku tahu persis cintanya tidak
pernah berubah. Cinta seorang ibu kepada anaknya. Pagi ini, ketika bangun tidur
dan menyalakan hp, aku mendapat sms darinya. Mamah gajah bercerita kalau dia
baru saja dilecehkan orang ketika sedang gowes (bersepeda) jam lima pagi ini.
Mungkin aku tidak cukup kaget mendengar ceritanya karena terlalu banyak cerita
ngeri yang sekarang beredar. Tapi aku marah, sangat marah karena orang yang aku
sayangi dan selalu mendukungku disakiti. Aku hanya bisa mengetik kalimat, “Astaga,
ati-ati mah, besok lagi jangan gowes jam segitu. Bahaya!” yang mungkin saja
belum mampu menenangkan perasaannya yang pastinya shock dan emosi berat.
Pagi ini aku menulis, setelah
begitu lama tidak menulis. Aku berdoa agar setiap orang yang aku sayangi selalu
dilindungi Tuhan. Untuk mamah gajah, untuk kakakku, adikku, papahku, ndoro, dan
teman-temanku. Aku akan melindungi mereka yang aku sayangi. Aku akan berusaha
meluangkan waktu lebih banyak untuk mereka dan berjanji akan selalu ada ketika
mereka butuh.
Untuk mamah gajah, terima kasih mah
sudah menjadi ibu yang luar biasa. Mamah adalah satu dari satu juta. Seorang ibu
yang memiliki jiwa yang begitu besar. Suatu hari ketika aku punya anak, aku
ingin jadi ibu seperti mamah. Yang kuatnya melebihi logam paling kuat, dan yang
cintanya besar melebihi alam semesta. You know I always love you, Mom.
5 komentar:
selalu suka sama sebutan buat orang-orang yang dikasihi. Mamah Gajah, Ndoro, etc ...
Selalu suka sama sebutan sebutan buat orang yang dikasihi. Mamah Gajah, Ndoro, etc. I think, aku kenal sama Mamah Gajah. hehe ...
salam
namorawildan.blogspot.com
sayangi ibumu dalam setiap kesempatan perlakukan beliau dengan seluruh kemampuanmu yg terbaik!
Luar biasa tulisanmu ini Dik, bikin trenyuh, bikin orang setua aku menitikkan air mata. Aku jadi ingat almarhumah ibuku, namanya Sutidjah, sama jahnya. Aku igat anakku yang kuliah di Jogja dan sedang merampungkan skripsinya. Bagus bagus bagus.
waow...surprise....lup yu so much
Posting Komentar