Rabu, 12 September 2018

Wanita yang Ramah Lingkungan


Wanita, atau secara khusus ibu, adalah agen perubahan yang saya rasa perlu untuk bersikap idealis dan protektif. Begini, kita ambil satu contoh aja yang gampang, yaitu saya. Hehe. Sebagai ibu yang baru memiliki satu anak dan alhamdulillah satu suami­­—yang kadang nyebelin tapi banyak ngangeninnya—, saya punya tekad memberi ASI eksklusif untuk anak saya, memberikannya MPasi (Makanan Pendamping ASI) yang bergizi setelah 6 bulan, serta mendampinginya selalu sampai ia bisa berbicara dan ditinggal dengan orang selain keluarganya. Sebab asupan yang bergizi dan peran ibu di usia emas anak sangatlah penting untuk tumbuh kembangnya. Anak adalah penerus bangsa, jadi saya ingin membekalinya yang terbaik. Tekad itu telah saya wujudkan. Meski terseok-seok dan sempat jatuh bangun, tugas pertama saya sebagai seorang ibu bisa dibilang tunai sudah. Tapi enggak sampai di situ lho. Karena ternyata masih ada banyak sekali tugas. Bukan, bukan tugas yang lain sebagai seorang ibu apalagi istri, hadeh, ngapain juga coba bahas tugas istri di sini. Mending di rumah, sama suami, sambil ehem, ngeteh bareng misalnya.

Tugas berikutnya sebagai agen perubahan adalah mengubah perilaku. Perilaku apa? Perilaku yang bisa berdampak buruk buat tempat tinggal anak cucu kita kelak. Belakangan saya mulai sedih karena melihat banyak sekali berita tentang pencemaran lingkungan. Tentang banyak sampah yang belum bisa dikelola dengan baik sehingga punya dampak buruk bagi ekosistem. Buibu, inilah momen kita untuk bergerak. Sebab selidik punya selidik kita punya andil besar dalam timbunan sampah plastik, pembalut sekali pakai, dan minyak jelantah lho! Enggak percaya? Nih… nih… tak critani

Waktu itu, suatu hari saya berbelanja. Seperti biasa belanja bahan untuk dimasak, atau kalau pas lagi malas masak ya beli lauk matang. Gausa julid dulu, ibu rumah tangga kan juga manusia, ada malesnya juga. Saya lihat banyak ibu lain juga melalukan hal yang sama. Ada yang naik motor sen kanan meski belok kiri. Ada yang dasteran selutut tapi pakai kerudung. Ada juga yang naik sepeda atau naik mobil. Macam-macam lah. Tapi yang jadi pemandangan agak suram, mereka semua menenteng banyak kresek isi belanjaan. Coba bayangkan, satu ibu bawa dua tiga kantong kresek berisi belanjaan, isinya masih ada sayur atau lauk matang yang diplastikin. Belum bawang brambang, telor, minyak goreng, terigu, lombok, yang semuanya diplastikin. Itu baru satu, lha kalau semua ibu bawa kresek isi belanjaan? Kebayang kan ya berapa banyak sampah plastik yang muncul per hari? Belum sampah rumah tangga seperti kulit telur, sisa sayur, tulang belulang, atau kulit buah, dll. Udah gitu, kalau di TPA semua udah jadi satu. Iyuuuh.. Bikin pening kepala aja ngebayanginnya. Lho gimana sih, kan udah dibilang di awal kalau saya idealis. Jadi menurut saya, ada yang harus diubah dari kebiasaan kita-kita ini.

Menurut World Economic Forum (WEF), hanya 5% sampah plastik yang bisa dengan efektif didaur ulang, 40%-nya berakhir di Tempat Pembuangan Akhir (TPA), dan sisanya berakhir di ekosistem seperti lautan. Ini baru sampah plastik lho, Jeung. Kalau kalian ketik “How long it takes for some everyday items to decompose” di mesin pencari, kalian akan menemukan daftar sampah dan berapa lama sampah itu bisa membusuk. Di tabel yang saya sertakan di bawah ini, kalian bisa lihat, butuh 500-800 tahun untuk sebuah pembalut dan popok bayi sekali pakai bisa membusuk atau terurai. Di bawahnya, lebih parah lagi, ada sampah tas plastik atau kresek yang butuh 500-1000 tahun untuk terurai. Konon, jika saya, Buibu, dan semua orang tidak mengubah perilaku soal sampah ini, di tahun 2050 akan lebih banyak sampah daripada ikan di lautan.  Aduh, sik sik tak nyekeli sirah. Mumet aku.

Sumber: Google image.

Belum sampai di situ lho, Buibu. Masih ingat minyak jelantah di rumah? Yang abis buat goreng ayam, ikan, atau tempe? Meski ada yang masih pake minyak jelantah untuk menggoreng lagi, hmm… sebenarnya enggak sehat ya, tapi banyak juga yang buang minyak jelantah ke tempat cuci piring dan selokan, iya kan? Saya ya tahu, wong saya dulu juga gitu. Hahaha! Akibatnya, tercemar deh sungai dan kemudian laut, lalu kena deh ikan-ikan yang selama ini jadi salah satu sumber protein Ibu, anak ibu, serta suami Ibu. Lagi-lagi ikan tak berdosa yang kena dampaknya. Hiks. Sedih aku tu kalau gini.
Tapi tenang Jeung sekalian. Jangan panik dulu. Kalian enggak sepenuhnya salah kok. Mungkin memang kurang informasi aja ya. Makanya sebagai sesama ibu, saya bagi informasi ini. Jadi kalau kalian para ibu atau wanita tanya, “Terus kita mesti belanja pake apa dong kalau enggak pakai kresek? Terus kalau mens ditadahi apa? Minyak jelantah dibuang ke mana?” Sekali lagi, tenang, semua ada jawabnya.

Jawaban pertanyaan pertama, Buibu atau Bapak, Adik, Mas, Mbak sekalian, bisa mengganti tas kresek dengan tas belanja kain atau tas belanja bahan apa saja senyamannya yang kalian punya. Bagusnya sih yang praktis ya, agar kalian bisa bisa bawa ke mana pun kalian pergi. Jadi semisal ketemu Kang somay di jalan dan mendadak pengen jajan, kan berhasil enggak pakai kresek. Meski masih diplastikin somaynya ya enggak papa. Pelan-pelan dulu. Kalau emang sudah bulat tekad sama sekali enggak mau pake plastik bisa ditahan dulu keinginan beli somaynya. Atau pulang dulu, ambil kotak bekel, terus balik lagi ke Kang somay, dan yaudah lah ya udah gede ini masak harus dijelasin sih.

Untuk jawaban pertanyaan kedua. Saat ini yang saya tahu ada dua produk ciamik yang bisa jadi penyelamat kalian hai para wanita. Yaitu menstrual pad dan menstrual cup. Keduanya ini punya keunggulan dan kelemahan masing-masing. Kalian bisa cari tahu sendiri info seputar dua produk itu dan belinya di mana. Punya smartphone kan, Bu? Kalau enggak punya, minta beliin bapak.   
Untuk pertanyaan terakhir ini jujur saya juga baru mulai. Ada dua cara yang saya tahu untuk mengolah minyak jelantah yaitu dibuat menjadi sabun atau menjadi bahan bakar (biodiesel/bio solar). Itu juga tentu tidak semua orang bisa dan sempat dan melakukannya. Jadi kalau kalian punya minyak jelantah dan bingung mau dibuang atau mau diapakan, bisa cari infonya di akun Instagram @jelantah4change.

Perjuangan kita khususnya sebagai ibu dan wanita dewasa ini memang berat, Jeung. Tapi kalau kita punya semangat, tekad yang kuat untuk memperbaiki lingkungan, membantu menyediakan tempat terbaik untuk anak cucu kita kelak, saya yakin kita pasti bisa. Oiya, untuk info lebih lanjut soal gerakan ramah lingkungan dan #zerowaste bisa kunjungi www.sustaination.id atau akun Instagram @sustaination. Yo yo ayo, buibu bersatu tak bisa dikalahkan!

Tidak ada komentar: