Rabu, 28 September 2011

Filsafat Islam Pra Modern

Mata kuliah yang satu ini sudah pernah aku ambil memang. Tapi sedihnya aku hanya dapat nilai C waktu itu. Dan di semester akhir  ini aku ambil lagi makul ini. Ngulang lagi. Harapannya sih untuk memperbaiki nilai C tadi di semester awal. Yang menarik dari mata kuliah ini adalah dosennya dan perkuliahannya. Akan aku  ceritakan deh..

Dalam mata kuliah ini, ketika aku KRS-an online, tertera bahwa pesertanya ada 9. Untuk semester yang bukan seharusnya untuk makul ini, jumlah 9 merupakan jumlah yang cukup besar. Namun yang aneh, sebuah anomali, dari jumlah sembilan itu, hanya ditemukan 3 orang mahasiswa yang aktif melakukan perkuliahan. Sejauh ini sih. Baru 2 kali pertemuan memang. Minggu pertama, hanya satu orang malah yang datang. Dan tentu saja bukan aku. Minggu kedua lumayan meningkat, yaitu 3. Termasuk aku.

Nah, mengapa aku tidak datang di minggu pertama? Jadi begini. Jadwal yang tertera di print2an jadwal perkuliahan, seharusnya kuliahnya dilangsungkan pukul 13.00. Tapi ternyata ketika aku datang pukul 13.00, tak ada tanda2 adanya kuliah . Dan ketika aku konfirmasi ke bagian akademik, mereka bilang jadwal dan tempat diganti. hadeeh.. Kan gondok juga jadinya. Baru kemudian minggu kedua aku datang. FYI, perkuliahan jadinya dilakukan di hari yang sama, cuman waktunya dimajukan, dan tempatnya dipindah di ruang yang disebut ruang swadaya. Apa itu ruang swadaya? yah.. semcam, ruang serba guna gitu deh. Bisa dipake buat kuliah dengan kuota tertentu, rapat dengan kuota tertentu, ujian dengan kuota tertentu. Semua dengan kuota tertentu. Skiippp

Nah, di minggu kedua, aku sudah siap buat ikut kuliah ini. Tapi aku ragu, bahwa dari 9 orang yang daftar makul ini akan masuk semua. Sekitar pukul 10.00 lebih dikit (FYI, kuliahnya itu jam 10.00) aku menuju ke ruang swadaya di lantai 2 itu. Hasilnya, kosong! mlompong! Suwung! Tuh kan, kekhawatiranku beralasan. Aku turun aja lagi ke bawah, nememuin temen2ku yang lagi pada kumpul2. Tanya ke mereka, apakah ada yang ambil makul ini. Hasilnya nihil. Aku galau. Gimana sih rasanya kuliah tanpa temen?

Kesempatan berikutnya, aku berusaha mengukuhkan tekad, smangat, dan smua impian dan cita-citaku. Aku kembali naik ke lantai dua. Ruang swadaya. Sebodo amat ada temen atau enggak. Berduaan ama bapaknya juga hajar aja lah. Siapa tahu kan ntar bisa langsung dikasi nilai A tanpa ujian. Harapan semu. Lalu aku membuka pintu ruang swadaya perlahan, sedikit melongok. Dan, eng ing eng, sudah ada 3 orang. Satu dosenku, dan dua mahasiswa dosenku. Akhirnyaaa.. Aku masuk.

Kuliahnya sedikit geje. Tapi seru juga. Terutama untuk diceritakan ke kalian.
Sketsa 1. Dosen memberikan map presensi, supaya 3 orang mahasiswa ini tanda tangan.

Sketsa 2. Dosen mulai menjelaskan materi perkuliahan. Aku menyimak serius. Yang menarik adalah. Si dosen yang uda senior banget ini gak pake pegangan apa2. Maksudnya, dia gak pake handout, buku, slideshow, dsb dalam perkuliahannya. Sebentar aku gambarkan dulu ruangannya. Ruang swadaya ini tidak seberapa besar. Paling sekitar 3,5 x 4. Di dalamnya ada white board, meja persegi panjang besar untuk rapat dikelilingi kursi. Banyak kursi juga yang dilipat, ditumpuk, dijejerkan di ujung ruangan. Lalu kami, 3 mahasiswa duduk di seberang dosen. Jadi perkuliahan lebih terkesan seperti diskusi kecil. Semeja, dan berhadap-hadapan. Nah dari sini aku bisa lihat jelas kondisi di atas meja kami. Di hadapan kami, seperti biasa ada buku dan bolpen untuk mencatat. Di hadapan si dosen, cuman ada kira2 tiga buku lama ditumpuk yang tertutup di sisi kanan, dan selembar kertas presensi dosen, persis di hadapan dosenku ini.

Sketsa 3. Aku memperhatikan dan mulai mencatat materi. Dosenku ini, seperti yang aku bilang tadi, menjelaskan materi kuliah tanpa handout. Jangankan membaca, melihat kami pun tidak. Sepanjang dia memberi kuliah, aku ingat betul bagaimana gerakannya yang konstan, intens, stabil, dan terprediksi ini. Dia mengajar hanya dengan semua ingatannya akan materi yang ia sangat2 kuasai. Ia hanya memandangi selembar kertas presensi dosen sambil terus bercerita tentang sejarah Islam bla bla bla, dan sesekali melihat ke arah kami. Hanya sesekali. Satu dua detik. Lalu kembali lagi ke selembar kertas presensi tadi. Terkadang ia menggaruk2 tangan kanannya, yang entah benar2 gatal atau hanya kebiasaan. Terkadang ia membenarkan letak kaca matanya, padahal dia seringkali ngeciprus sambil memejamkan mata. Terkadang ia bertopang dagu. Begitu terus secara bergantian. Membenarkan letak kaca mata, menggaruk tangan kanannya, bertopang dagu, menyentuh kertas presesensi, baru memandang kami beberapa detik. Hanya beberapa detik. Lalu kembali lagi. Membenarkan kaca mata, menggaruk tangan kanannya, bertopang dagu, menyentuh kertas presensi. Aku tersenyum. Dalam hati. Sesekali dalam wajah.


Sketsa 4. Semakin lama, aku semakin gak ngerti materinya. Karena seringkali dia menyebut istilah-istilah dalam bahasa Arab, dan tanpa ditulis di white board bagaimana cara penulisannya, maupun bagaimana penjelasannya sejelas2nya. Walhasil, alih-alih menyimak materi yang disampaikan, aku hanya menyimak gerak gerik dosenku itu. Sembari menggambar sketsa wajahnya, yang tidak cukup berhasil karena gerakan-gerakan konstannya tadi. Aku mulai senyam senyum geje. Karena sedang mengikuti perkuliahan yang bisa dibilang unik.

Sketsa 5. Si dosen coba memberikan joke2. Aku kembali fokus. Tentang beda orang barat dan orang jawa. Katanya, orang barat itu tidak punya sopan santun. Beda dengan orang jawa yang sangat santun. Orang barat, ketika bertanya, tidak akan memikirkan apakah pertanyaan yang mereka lontarkan nantinya akan menyinggung perasaan atau tidak, sopan atau tidak. Sedangkan orang jawa sebaliknya. Orang jawa seringkali takut bertanya karna pertimbangan2 tadi. Lalu sampai pada sebuah contoh. Ketika terdengar suara-suara gaduh dari kamar ayah dan ibu, apa reaksi anaknya? Ya tergantung anaknya itu orang barat apa orang jawa. Aku yang sedang fokus2nya menyimak kontan ketawa. Tapi kemudian, setelah ketawa, aku bingung. Ini bener2 joke kah? kenapa si dosen wajahnya datar2 aja waktu crita. Trus aku nengok ke mahasiswa lainnya, ternyata sama aja. Aku jadi bingung. Aku yang berpikiran ke arah situ, apa mereka yang gak ngeh, apa dosennya yang gak ada bermaksud ke arah situ.

Sketsa 6. Dosenku menyudahi perkuliahan. Katanya kuliah gak usah lama-lama.Satu jam saja. Aku heran. Sungguh heran. Dia itu gak pake jam tangan. Jam dinding pun ada di belakangnnya. Dia juga tidak menoleh. Tapi anehnya dia tahu bahwa perkuliahan sudah berlangsung satu jam. Takjub!

Kemudian, dia menyuruh kami, 2 orang yang minggu sebelumnya tidak datang, untuk melengkapi presensi. Padahal seharusnya kan gak boleh. Dosen ini bilang, dalam kuliahnya yang penting rajin hadir. Dan jaminan bagi yang rajin hadir adalah nilai B. Kalau kami bisa mengerjakan soal2 ujiannya nanti, barulah nilai dijamin A. Takjub takjub!!

Dia juga bertanya apakah pertemuan minggu depan kami bisa hadir. Kami tentu saja menyanggupi. Lalu dia juga berkata bahwa dengan atau tanpa mahasiswa, dia tetap hadir. Jika tak seorang pun mahasiswa datang, dia hanya akan yasinan di dalam ruang, untuk mengisi waktu. Astagaaa, Takjub kubik!!!

Tidak ada komentar: