Kamis, 06 November 2008

yamaha C 350

Yamaha C 350
Waktu itu aku masih kelas 6 SD. Dan aku punya teman sebangku. Namanya Vidya. Anaknya sedikit tomboy. Manis, tinggi, sedikit nakal dan sangat cerewet. Tapi itu justru yang menarik darinya. Dia anak ketiga dari 3 bersaudara. Kakaknya yang pertama,cewek, waktu itu sudah SMA, entah kelas berapa. Yang kedua, cewek juga, masih SMP kelas 3. Kami sering banget ngobrol. Terang saja. Dia teman dekatku waktu itu. Tapi yang paling aku tak suka yaitu crita-critanya tentang gitar. Dia sering cerita bahwa kalau malam dan saat teman-teman kakaknya main ke rumah, mereka selalu mengadakan jam session. Terutama teman-teman kakak pertamanya, mbak Irma yang sudah SMA. Katanya, dia pegang rhytem dan teman teman kakaknya pegang melody. Ahh.. apa pula itu rhytem dan melody? Aku hanya selalu mendengarkan ceritanya tentang gitar dan musik, tanpa sedikitpun mengerti istilah-istilah yang dia berikan. Aku sebel!

Sampai suatu hari aku datang ke rumahnya dan melihatnya bermain gitar. Keren banget! kataku dalam hati. Seorang anak perempuan bias main gitar. Jarang banget waktu itu. Apalagi masih kelas 6 SD. Sebenarnya malah dia bias sejak kelas 5 SD, tapi belum begitu mahir. Aku ingin sekali bias memainkannya.
Sampai suatu hari aku cerita ke mamah.
“Mah, aku sebel! Vidya tiap hari cerita tentang gitar mulu. Aku khan gak mudeng. Aku cuman ndengerin tok dan cuman bilang ya,ya,ya. Huh!!”
“ Lho! Vidya bias main gitar to?”
“ Iya. Dia juga punya gitar. Aku pengen mah, bisa main gitar.”
“ Yaudah, ntar kalau ada rejeki, tak beliin. Terus kamu beli buku gitar dan belajar sendiri kayak mamah dulu.”
Senangnya mendengar janji mamah mau membelikan gitar.walaupun belum tahu kapan. Hehe.
Entah beberapa hari, minggu, atau bulan setelah pembicaraan itu. Mamah akhirnya menepati janjinya. Mamah dan mas Kevin pergi berdua ke Gramedia. Toko buku tapi jual alat music juga. Haha maruk. Yamaha C 350 itu tipenya. Waktu itu harganya 567.000, kata kak Harsono itu termasuk mahal. yaiyalaaah, belinya aja bukan di toko musik. Dudulz, belumpunya pengalaman. Ya ampun! Aku punya gitar! Eh! Kami maksudku. Karena mamah membelikannya untuk aku dan kakakku, Kevin. Aku dan mas Kevin sama sekali belum bisa bermain gitar. Hehe. Untungnya mamahku bisa. Jadi sementara waktu, yang menyetem gitar supaya bisa dipakai adalah mamahku. Pertamanya sih, mamah sempat mengajarkan kami kunci-kunci dasar. Tapi lalu mamah menyuruh kami untuk belajr sendiri saja. Mas Kevin akhirnya membeli buku tentang belajar gitar untuk pemula.
Setiap hari saat yang paling aku dan mas Kevin sukai adalah pulang sekolah. Saatnya belajar gitar!! Kami selalu berlomba cepat sampai rumah. Siapa yang sampai di rumah dulu, itu yang boleh belajar gitar dulu sampai sepuasnya. Dan yang satu harus menunggu sampai yang lain selesai atau capai belajar atau nyerah belajar. Kami sangat bersemangat belajar gitar. Sampai jari-jariku perih semua. Sempat aku putus asa karena jengkel gak bisa-bisa. Susah! Tapi memang begitu ternyata jika masih belajar gitar. Ada masa- masa dimana sangat putus asa dan jengkel. Jadi inget waktu aku belajar main piano. Sampai nangis-nangis segala. Tapi justru Kak Harsono, yang mengajarkanku piano bilang ke mama gini, “ Bu marvin, Yovi berbakat banget lho. Baru 3 bulan [waktu itu latihannya seminggu sekali] sudah bisa kayak gini mainnya. Feelingnya bagus.” Hehehe. Jadi malu.

Oke kembali ke belajar gitar. Begitulah aktivitasku dan mas Kevin tiap pulang sekolah. Kami bersaing secara sehat untuk berlomba siapa yang lebih dulu bisa main gitar. Bisa dibilang, kakakku lebih tekun. Biasa cowok. Dan saat itu bisa dibilang lagi, dia sedikit lebih cepat bisa. Lagu pertama yang kami pelajari adalah lagunya Dewa yang Separuh Nafas. Hmmm.. nikmatnya setelah bisa bermain gitar. Dan kami mulai membeli majalah-majalah lagu-lagu beserta chordnya. HOT chord waktu itu yang lagi ngetrend. Dan yang paling penting dan dasar dalam bermain gitar adalah menyetem gitar. Seorang gitari harus bias melakukannya. Menyetem gitar, selain harus tahu not, juga harus punya feeling itu kata mamahku. Kami juga diajarkan tenik dan pola-pola petikan gitar oleh kak Harsono. Dan lagi-lagi Kak Harsono bilang ke mamah kalau aku lebih nggatek’an dibanding kakakku. Ahh… kak Harsono..hehe.

Aku sudah kelas enam dan tentunya mulai ada ujian-ujian. Baik tertulis, lisan, maupun praktik. Sekolahanku termasuk sekolah katolik yang bagus. Dan tentunya ujian prakteknya sangat banyak. Salah satunya ujian seni musik. Aku memutuskan untuk memilih instrument gitar. Aduh, berani gak ya?? Masih ragu-ragu, tapi akhirnya tekatku bulat. Aku ujian praktek musik dengan bermain gitar. Dari sekitar 80 anak. Hanya aku yang dan Vidya yang menggunakan gitar. Yang lain hanya pianika dan recorder. Dan aku dan Vidya juga lah yang hanya dapat kesempatan difoto oleh para guru. Hehe, nampang gitu deh..Waktu itu aku bermain lagunya Jamrud yang judulnya Pelangi di Matamu. Penuh petikan, tapi tak semuanya petikan. Dan Vidya memainkan lagunya Sheila on7 yang lagi booming waktu itu, Seberapa Pantas.

Itu menjadi awal karirku di musik, terutama gitar. Aku mulai belajar berbagai alat musik setelahnya. Kelas dua SMP. Aku ikut dalam band inti sekolahku, walau hanya pegang rhytem. Sampai dua kali mengikuti festival band. Dan karena tuntutan profesi, aku dileskan gitar oleh mamah di sekolah musik Christopherus. Tapi baru enam bulan uda keluar. Naik tingkat semakin mahal soalnya. Gak kuat mbayar. Padahal guru gitarku yang namanya Kak Natal, cuakepnya minta ampuun. Hehe. Sedih juga harus berenti les di sana . Tapi berkat les di situ aku semakin tahu banyak teori tentang gitar dan musik. Kecuali not balok. Aku benar-benar lupa dan malas mempelajarinya.hehe. yang penting, Aku cinta musik!

Tidak ada komentar: